
BUDAYA-Tak hanya kekayaan alam yang berlimpah ruah di negeri ini, akan tetapi negeri yang berjuluk seribu candi di Nusantara ini kaya dengan berbagai ragam budaya, adat dan tradisi. Salah satu tradisi adat yang saat ini masih ada dan di lestarikan selama berabad abad lamanya oleh masyarakat di lereng Gunung Lawu yakni tradisi Muter Gunung.
Tradisi Muter Gunung merupakan tradisi laku spiritual yang di lakukan dengan cara berjalan mengitari punggung lereng gunung Lawu.
Tradisi tersebut merupakan sebuah ungkapan wujud rasa syukur masyarakat yang bermukin di lereng Gunung Lawu, yang selama turun temurun menggantungkan hidup dari sumber daya alam yang ada di sekitarnya.
Manifestasi rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang senantiasa memberikan kemurahan sumber daya alam untuk masyarakat di lereng Gunung Lawu, ujar Supadi, warga dusun watu bonang yang setiap sura menggelar ritual muter gunung.
Menurutnya, tradisi ini dilakukan di setiap awal pergantian tahun Jawa atau pada awal bulan sura tersebut di lakukan sebagai bentuk penghormatan kepada alam, sekaligus mewujudkan keselarasan masyarakat sekitar dengan alam gunung Lawu agar senantiasa terjaga kelestarianya.
Tradisi ritual muter gunung kerap di pakai oleh masyarakat untuk belajar menepke roso mengendalikan hawa nafsu) serta menikmati keindahan Gunung Lawu.
Pasalnya pada prosesi laku ritual muter gunung, waraga harus berjalan mengitari gunung lawu lewat jalan setapak yang ada di lereng lereng. Sehingga di sepanjang perjalanan kita dapat menikmati indahnya pemandangan alam lereng lereng yang ada di Gunung Lawu.
Perjalanan ritual tersebut butuh waktu kurang lebih sehari semalam. Saat prosesi laku muter gunung, biasanya di lakukan secara berkelompok. Warga dari beberapa desa membentuk kelompok kelompok kecil berjumlah tiga orang atau lebih, kemudian barulah mereka menggelar ritual muter gunung.
Waktu dan hari pelaksanaan di lakukan secara berbeda beda, namun masih tetap dalam bulan sura.
Pada prosesi muter gunung, pelaku di anjurkan diam, tidak berbicara. Sebab di sepanjang perjalanan mengitari gunung, pelaku ritual terus berdoa memohon keselamatan kepada Tuhan. Oleh sebab itu mereka tidak hanya berjalan mengitari gunung, tetapi juga menjalani laku tapa bisu.
Beberada desa yang sampai saat ini masih rutin melakukan tradisi ritual muter gunung diantaranya Desa Pancot, Blumbang, Gondosuli, Watu Bonang dan desa desa lainya.
Seiring dengan perkembangan jaman yang ada, generasi muda sekarang sebagian warga desa di lereng Gunung Lawu, sudah tidak lagi menjalani tradisi laku muter gunung jalan kaki, akan tetapi dilakukan dengan cara bermotor.
Selain memakan waktu yang lebih cepat, mereka juga melakukan secara bersama sama./ red